Sabtu, 22 Oktober 2011

berita 2

JAKARTA, KOMPAS.com - Reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ibarat drama politik. Dua kali, Presiden melakukan reshuffle, tetapi yang tampak hanya hingar bingar dari sebuah proses politik, tanpa ada keefektivitasan dari hasil perombakan kabinetnya tersebut.
Demikian diungkapkan Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang dalam diskusi bertajuk 'Sandera Politik Berujung Reshuffle' di Jakarta, Sabtu (22/10/2011).
Menurut Sebastian, reshuffle kali ini sulit diharapkan untuk melakukan perbaikan yang berarti. "Saya tidak ingin mendahului kinerja para menteri yang baru dipilih ini. Tetapi, jika dilihat reshuffle ini, menandakan, seolah-olah Pak SBY memasuki kita ke terowongan harapan. Maka kita semua berfikir bahwa solusi ini sungguh-sungguh menjadikan reshuflle itu sebagai solusi nasional," ujar Sebastian.
Dikatakan Sebastian, beberapa faktor solusi nasional hingga 2014 yang dapat diharapkan dari adanya reshuffle tersebut. Salah satunya, yakni menjadikan reshuffle tersebut sebagai bentuk solusi agar pemerintahan dapat berjalan hingga pemerintah berakhir pada 2014.
"Tetapi, apakah setelah reshuffle ini selesai, kita tidak seperti menonton apa-apa. Tidak ada langkah yang berarti semenjak reshuffle pertama itu dilaksanakan. Jadi, terkesan hanya sebagai kompromi politik Presiden kepada partai-partai politik yang ada sekarang," kata dia.
Sebastian mencontohkan, kompromi tersebut dalam sejumlah langkah Presiden memilih menteri-menteri dalam reshuffle. Ia menilai, penempatan Jero Wacik, sebagai menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, dan penambahan kata di Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Sedangkan, beberapa menteri yang diduga terlibat kasus, justru tidak disentuh sama sekali.
"Kalau memang berbasis kinerja, bagaimana caranya orang dari pariwisata, lalu tiba-tiba mengurusi minyak. Lalu, dari perdagangan digeser ke ekonomi. Dan dibuatlah penambahan kata ekonomi kreatif, agat sedikit nyambung dengan posisi itu. Jadi, drama dari solusi nasional ini masih menjadi tanda tanya besar. Kalau kita disuguhkan tontonan yang menjanjikan kinerja, bukannya ingin mendahului, tetapi jujur ini rasanya susah sekali," kata Sebastian.
Sementara itu, pendapat sama juga dikemukakan anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Permadi. Ia menilai, reshuffle kali ini tidak akan membawa perubahan berarti di sisa pemerintahan Presiden SBY. Terlalu banyak kompromi, dan langkah-langkah politik yang diambil Presiden, sehingga dapat membuat Kementerian menjadi kontraproduktif.
"Kenapa para menteri-menteri yang sudah terlibat beberapa kasus dibiarkan, dan tidak dikurangi apa-apa. Adanya wakil menteri semakin membuat kabinet ini tidak produktif. Kalau seperti ini, Presiden SBY bukan lagi tersandera partai politik, tetapi dia yang menyanderakan dirinya sendiri," kata Permadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar