Kamis, 20 Oktober 2011

Cerbung


MENUNGGU KADO ISTIMEWA
DARI TUHAN
            Malam mulai gelap, lelap tertidur dari kelelahan yang menyelimuti seharian. Namun, hingga tengah malam mata tak kunjung terpejam. Ada apa gerangan. Ku pun langsung mengambil mobie dari saku jacket. Kekhawatiran membuatku mencari nomornya. Kebingungan terus bertambah, satu message darinya. Ia harus berhenti kuliah. Tanda tanya besar di kepalaku alasan tentang keputusan itu. Tak diam, ku langsung membalas messagenya dan memintanya untuk ketemuan besok di taman kampus pulang kuliah.
            Tepatnya ba’da ashar terlihat sudah ia duduk di bangku tempat kami sering janjian. Bertemankan novel Harry Potter nya dengan santai ia  mengunyah permen karet dibangku itu.
“ops, sorry Hany telat” (ujarku)
“hem…”
“Harry Potter, novel baru lagi?”
“yups,”
“duch..yang lagi BT, Han jangan dilibatkan dunk!”
“ya..ya..ya.. sorry! Nich permen”
“forever, maksudnya?”
“(hanya menaikkan bahunya)”
            Ku coba mulai masuk ke ceritanya. Sesuatu yang seharusnya hanya keluarganya yang tahu saat ini ia ceritakan padaku. Arief sosok cowok yang sombong awal pertama ku mengenalnya. Tapi setelah dekat, ternyata nggak seperti yang ku bayangkan sebelumnya.  Masalah yang ku hadapi dalam kehidupan belum seberapa dibandiing kehidupan Arief. Ia harus ditinggal oleh sosok ayah sejak usia 8 tahun. Sosok ceria yang sangat membutuhkan keluarga. Ariefcerita kalau ia sangat merindukan sosok ayah saat ini. Dan ia yakin kalau ayah belum meninggal. Keputusannya intik berhenti kuliah karena keadaan ekonomi keluarganya yang sedan mencapai titik minus.
“kenapa Arief nggak percaya kalau ayah sudah meninggal?”
“karena sampai detik ini Arief belum pernah melihat jenazah ayah dan mengunjungi pusaranya.”
“menurut cerita dari bunda giman?”
“ayah meninggal saat kerja ke gunung Lintang di Kalimantan. Ayah hilang bersama 3 rekan kerjanya. Dapat kabar bahwa mereka tewas disana. Sejak itu pula bunda membiayai hidup keluarga kami sendiri. Bunda banting tulang untuk kebutuhan kami. Sampai ketika bunda dipindah tugaskan ke Sulawesi kami juga harus pindah sekolah disana.
“owh, tapi kan Arief nggak harus berhenti kuliah, Arief bisa kuliah sambil kerja, knp nggak?”
“(tertunduk diam)”
            Pendapat yang ku sampaikan ternyata diterima Arief. Selama 3 tahun beliau bekerja sambil kuliah. Hingga akhirnya kami sama-sama menyelesaikan sarjana kami. Di hari upacara pelantikan kesarjanaan kami, disitu pula pengumuman pemenang tander tingkat mahasiswa. Hadiah berharga di hari wisuda kami, proposal kami tembus dan berhasil memenangkan tander luar biasa itu. Yakni pembangunan tenaga listrik di daerah  pedalaman yang masih menggunakan lampu teplok. Ternyata pembangunannya jatuh di daerah Kalimantan. Kami pun lansung mempersiapkan diri untuk keberangkatan.
            Sepanjang  perjalanan ku melihat sayup wajah kerinduan dari Arief. Adakah ia merindukan ayahnya? Wajar fikirku. Dari usia 8 tahun ia telah di tinggal oleh sosok ayah. Hingga kemarin di hari jadinya ia hanya didampingi oleh bundanya. Aku ingat Arief pernah cerita kalau dia iri banget ngeliat anak cowok yang jalan dengan ayahnya. Dan Arief berharap banget bisa  memiliki ayah. Ku tak mampu berkata apa-apa. Hanya suasana kebisuan yang menyelimuti perjalanan kami siang itu.
            Sesampainya ditempat peristirahatan, terlihat oleh kami sosok lelaki tua yang giat sekali mencangkul di sawahnya. Padahal ketika itu  hujan gerimis membasahi tubuhnya. Lantas ku beranikan bertanya akan gerangan pada tetangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar