Rabu, 19 Oktober 2011

Cerpenn


MUTIARA JUNI
Gemuruh terdengar dari langit, kian menyambar permukaan bumi. Kau berikan keputusan yang kian mengecewakan. Resah jiwa memandang langit nan luas tak kuasa menahan air mata. Pantas atau tidaknya airmata ini hanya langit di siang itulah yang mengetahuinya.
“Sya…Liburan yuk” ajak Reno
“tumben Reno ajak Tasya liburan. Emag ada apa nich?” tanyaku penasaran
“lagi pengen aja, yaudah yuk”
“okelah”
                                                            ********
            Malam kian menepis semua bayangnya. Keputusan yang ia ambil benar-benar menyakitkan jiwa ini. Tanpa sadar satu panggilan tak terjawab dari Fani. Ku langsung telfon balik bermaksud untuk menanyakan telfonnya yang tidak terjawabku.
“ada apa Fan?”
“ci…cie yang mau tunangan”
“tunangan???maksud loe?”
“ya elo lah yang mau tunangan bukan?”
“tunangan ma capa dan kapan? Gw ja nggak tau”
“hadech, gausah belaga oon dech loe. Gw dapat sms law Rendi mau tunangan besok. Nah, siapa lagi ceweknya lau bukan elo”
“Fani sayank….Tasya besok gak tunangan. Rendi tunangan dengan wanita pilihannya”
“maksud loe?????”
“ya…lau mau tahu lebih jelasnya, datang aja besok ke acara pertunagannya. Loe kan di undang.”
“opz,,,sorry. Kenapa loe nggak ada cerita ke gw tentang ini semua?”
“yaudahlah, ngapain diperbesar. Toh gada untungnya.”
“tapi Sya, perbuatan dia itu uda terlalu kejam. Aku nggak terima elo di buat seperti ini.”
“loh..loh, kenapa harus elo yang sewot???gw aja gak kenapa-kenapa. Toh masih bayak cowok lain yang lebih baik di luar sana.”
“ ia gw tahu. Tapi cara dia ini seperti bukan Rendi yang gw kenal. Rendi tega berbuat seperti ini?”
“kenapa enggak. Buktinya uda ada. Dan besok pertunangan itu terjadi.”
“lantas dia beri alasan apa atas semua ini?”
“nggak ada”
“apa?  Benar-benar nggak bisa di diami ini Sya”
“kenapa? Mau loe kasih pelajaran?”
“iya lah.”
“untuk apa? Untungnya bagi loe apa?...kalau elo melakukan itu, berarti elo nggak jauh beda dengan dia. Untuk apa kejahatan dibalas dengan kejahatan. Yang penting cukup kita tahu siapa dia. Toh fisik kita nggak ada yang berkurang dengan dia tunangan. Malah itu bagus untuk dia. Dia hidup bahagia bukan.”
“gw benar-benar nggak mampu harus ngomong apa lagi Sya. Loe yang sabar ya,”
“oy, besok Reno ajak gw jalan”
“apa? Adek penghianat itu mau ajak loe jalan?? Lantas loe mau?”
“kok gitu sih ngomongnya?”
“ya iya lah Sya. Jelas-jelas abangnya itu uda menghianati loe, mau-maunya loe jalan ma adeknya.”
“gw nggak tahu harus berbuat apa lagi Fan, gw down banget”
“yaudah, besok kita refresing, tapi nggak dengan Reno.”
“lantas, janji gw ke reno?”
“ntar biar gw yang urus. Oke tidur yang nyenyak ya sahabatku…night”
“yupz, night too”
                                                            *****
            Sesampai di pantai aku dan Fani hanya mampu menikmati deburan ombak dengan suasana membisu, tidak satu patah kata pun yang keluar dari bibirku maupun Fani. Yang ku inginkan hanyalah ketenangan batin agar mampu menerima semua kenyataan ini. Namun tak kuasa hati ini tetap terasa perih. Bayangan-bayangan bersamanya yang terus menghantuiku. Hingga tanpa sadar air mataku pun terjatuh membasahi pipiku. Fani tak mampu berbuat apapun melihat kondisi itu. sesosok bayangan tinggi mendekatiku. Reno…yach dia menghampiriku.
“mau apa kamu kesini? Belum puas kalian menyakiti Tasya?” bentak Fani
“ku hanya ingin menyampaikan amanah ini (sambil menunjukan undangan)”
“owh…ini, nggak gentle banget sich loe punya abang. Kenapa nggak berani dia ngantar sendiri, bangsat tu cowok”
Fani terus mengeluarkan kata-kata kasarnya sambil menyobek undangan yang di bawa Reno. Aku tahu itu undangan pernikahan Rendi yag akan dilaksanakan bulan depan. Reno hanya tertunduk diam menerima semua kemarahan Fani. Ya, kemarahan seorang sahabat yang tidak rela sahabatnya menangis dan tersakiti.
“apa lagi yang loe tunggu? Pergi loe..” usir Fani
“baik, aku akan pergi, tapi ku mohon Tasya untuk hadir di acara pernikahan ntar” ujar Reno
“apa loe bilang? Masih berani loe memerintah sahabat gw untuk hadir di acara yang gak penting itu, emang nggak ada perasaan loe. Loe tega menyuruh tasya menyaksikan pernikahan itu.”
“hanya dengan itu Tasya akan menemukan jawaban di balaik ini semua”
“oke, aku akan datang. Dan sekarang sebaiknya kamu pergi, ku mohon” ujar Tasya
                                                            ******
            Di pagi yang cerah tampak burung kian menari di awan. Begitu indah kehidupan mereka yang kian terbang kesana kemari. Andai ku punya sayap, ku takkan diam seperti sekarang, pasti ku kan terbang kian tinggi dan terus mengepakkan sayap untuk pergi meninggalkan semua ini. Lagi-lagi kata-kata itu yang teringat di benakku. Sampai kapan ku harus terus seperti ini. Yang tak mampu unutk menerima kenyataan ini.
“Sya…kok belum keluar? Fani udah nunggu tuch di luar” ujar bunda
“iya bun, Tasya siapan bentar”
Oh tuhan….sanggup kah ku menyaksikan ini semua. Kuatkan hamba ya rabb.
“bunda….Tasya izin ya..”
“iya, hati-hati di jalan ya, kalau emang nggak sanggup bawa mobil minta antar supir aja”
“nggak usah bun, biar Fani aja yang bawa”
“iya tan, biar Fani yang bawa.”
“baiklah, tante titip Tasya ya Fan, pulangnya jangan terlalu sore,.”
“siip tante”
                                                            *****
Ku beranikan raga ini untuk menghadiri undangan yang diberikan Reno. Aku harus kuat, karena ku yakin ini kan membuat ku tambah dewasa dan Rendi pasti memiliki alasan yang masuk akal dengan ini semua. Kata-kata itu yang kini meyakinkanku “IZINKAN KU TUK MENGUKIR INDAH NAMAMU DI HATI INI TASYA.
“”hush, jangan ngelamun atuh neng, kita putar aja kalau nggak ne mobil “
“jangan, ntar lagi juga sampe kita”
“baiklah bos”
            Ketika kami turun dari mobil menuju gedung resepsi, semua mata tertuju kearah kami. Benar-benar ujian yang luar biasa. Namun, ku tetap yakin dan percaya pada diriku. Ku pasti bisa hadapi ini semua. Aku adalah orang yang kuat. Itu yang harus ku camkan.
“opz…mata-mata mereka kenapa pada tertuju ke kita Sya?”
“biasalah, tamu istimewa” ujarku dengan senyuman canda ke Fani
“baiklah”
                                                            ******
            Benar-benar melelahkan perjalanan hari ini. Ku buka jendela kamar tuk menatap bintang yang ada di malam ini. Dan mencurahkan semua penat yang ada di fikiranku. Ternyata, wanita yang di nikahi Rendi adalah wanita cacat yang telah diambil Allah nikmat penglihatannya. Benar-benar menakjubkan. Ku tak berani berlama-lama di tempat resepsi itu, karena begitu banyak mata yang tertuju padaku. Cukup ku simpulkan semua yang telah ku lihat tadi. Apapun itu, ku harus tetap berfikir positif dan ku yakin jodohku lebih baik yang telah dipersiapkan Allah. Akhir Juni yang cukup melelahkan bagiku hanya untuk butiran-butiran mutiara ini.
            Bersama malam nan kelam, izinkan ku tuk tidur nyenyak tanpa bayangannya. Membawa mutiara di bulan juni ku.
                                                                                                            By : Rizki Nurjehan
                                                                                                            rnurjehan@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar