Minggu, 30 Oktober 2011

Keselarasan Dalam pendidikan_opini

Antara pendidikan dengan lapangan kerja di negeri ini seperti tidak terjadi koneksi yang intensif. Di satu sisi, jumlah pengangguran masih saja menunjukkan angka yang fantastis, di sisi lain lapangan kerja masih saja kesulitan mendapatkan tenaga terdidik yang handal.

Kondisi ini mengingatkan kita atas ungkapan prihatin Dr Gunning seperti dikutip Langeveld (1955) tentang efektifitas pelaksanaan program pendidikan. “Praktek tanpa teori adalah untuk orang idiot dan gila, sedangkan teori praktek hanya untuk orang-orang jenius,” katanya.

Ini berarti bahwa sebaiknya pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial dan moral. Sebaliknya apabila pendidikan dalam praktek dipaksakan tanpa teori dan alasan yang memadai maka hasilnya adalah bahwa semua pendidik dan peserta didik akan merugi. Kita merugi karena tidak mampu bertanggungjawab atas esensi perbuatan masing-masing dan bersama.

Pendidikan jika dilihat sebagai gejala sosial dalam kehidupan mempunyai landasan individual, sosial dan kultural. Pada skala mikro pendidikan bagi individu dan kelompok kecil berlangsung dalam skala relatif terbatas seperti antara sesama sahabat, antara seorang guru dengan satu atau sekelompok kecil siswanya, serta dalam keluarga antara suami dan isteri, antara orang tua dan anak serta anak lainnya. Pendidikan dalam skala mikro diperlukan agar manusia sebagai individu berkembang semua potensinya dalam arti perangkat pembawaannya yang baik dengan lengkap.

Karena dalam perkembangannya, manusia menjadi individu dan pribadi unik yang bukan duplikat pribadi lain. Tidak ada manusia mempunyai kepribadian sama sekalipun keterampilannya hampir serupa. Dengan adanya individu dan kelompok berbeda akan mendorong perubahan masyarakat dengan kebudayaannya secara progresif. Pada tingkat dan skala mikro pendidikan merupakan gejala sosial yang mengandalkan interaksi manusia sebagai sesama (subjek) yang masing-masing bernilai setara.

Selanjutnya pada skala makro pendidikan berlangsung dalam ruang lingkup yang besar seperti dalam masyarakat antar desa, antar sekolah, antar kecamatan, antar kota, masyarakat antar suku dan masyarakat antar bangsa. Dalam skala makro masyarakat melaksanakan pendidikan bagi regenerasi sosial yaitu pelimpahan harta budaya dan pelestarian nilai-nilai luhur dari suatu generasi kepada generasi muda dalam kehidupan masyarakat.

Dengan pendidikan skala makro maka perubahan sosial dan kestabilan masyarakat berangsung baik dan bersama-sama. Pada skala ini pendidikan sebagai gejala sosial sering terwujud dalam bentuk komunikasi terutama komunikasi dua arah. Dilihat dari sisi makro, pendidikan meliputi kesamaan arah dalam pikiran dan perasaan yang berakhir dengan tercapainya kemandirian oleh peserta didik.

Kemudian apa yang mesti difahami adalah bahwa praktek pendidikan sebagai ilmu yang sekedar rangkaian fakta empiris dan eksperimental akan tidak lengkap dan tidak memadai. Pendidikan sebagai gejala sosial tentu sebatas sosialisasi dan itu sering beraspirasi daya serap kognitif di bawah 100 % (bahkan 60 %). Sedangkan pendidikan nilai-nilai akan menuntut siswa menyerap dan meresapi penghayatan 100 %.

Itulah perbedaan esensial antara pendidikan (yang menjalin aspek kognitif dengan aspek afektif) dan kegiatan mengajar yang paling-paling menjalin aspek kognitif dan psikomotor. Dalam praktek evaluasinya kegiatan pengajaran sering terbatas targetnya pada aspek kognitif. Itu sebabnya diperlukan perbedaan ruang lingkup dalam teori antara pengajaran dengan mengajar dan mendidik.

Memahami pendidikan
Untuk memahami kata ‘pendidikan’, ada beberapa angle yang bisa digunakan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, 1991:232, Pendidikan berasal dari kata didik’. Kata ini mendapat awalan kata ‘me’ sehingga menjadi ‘mendidik’ artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.

Uraian dalam UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Penterjemahan pendidikan ini seterusnya dalam bentuk kurikulum yang disusun berlandaskan teori-teori pendidikan yang relevan. Terkait ini ada empat teori pendidikan yang disampaikan Nana S. Sukmadinata (1997).

Pertama, pendidikan klasik. Teori ini berlandaskan filsafat klasik, seperti filsafat perenialisme, essensialisme, dan eksistensialisme. Teori ini memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses.

Isi pendidikan atau materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis. Dalam prakteknya, pendidik mempunyai peranan besar dan lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik.

Kedua, pendidikan pribadi. Teori pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah punya potensi. Maka selanjutnya tugas pendidikan mengembangkan potensi itu dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam teori ini, peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya menempati posisi kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator dan pelayan peserta didik.

Teori pendidikan pribadi menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum humanis. yaitu suatu model kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi diri. Kurikulum humanis merupakan reaksi atas pendidikan yang lebih menekankan pada aspek intelektual (kurikulum subjek akademis),

Ketiga, teknologi pendidikan. Ini adalah konsep tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Dalam teknologi pendidikan, lebih diutamakan adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan praktis, bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama.

Dalam teori pendidikan ini, isi pendidikan dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus, berupa data-data obyektif dan keterampilan-keterampilan yang yang mengarah kepada kemampuan vocational. Isi disusun dalam bentuk desain program atau desain pengajaran dan disampaikan dengan menggunakan bantuan media elektronika dan para peserta didik belajar secara individual.

Peserta didik berusaha untuk menguasai sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan secara efisien tanpa refleksi. Keterampilan-keterampilan barunya segera digunakan dalam masyarakat. Guru berfungsi sebagai direktur belajar, lebih banyak tugas-tugas pengelolaan dari pada penyampaian dan pendalaman bahan.

Keempat, pendidikan interaksional. Ini suatu konsep pendidikan berlandaskan pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerjasama dengan manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari guru kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada guru.

Lebih dari itu, dalam teori pendidikan ini, interaksi juga terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan, antara pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi terjadi melalui berbagai bentuk dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari fakta-fakta.

Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupan. Filsafat yang melandasi pendidikan interaksional yaitu filsafat rekonstruksi sosial.

Penutup
Telaah lengkap atas tindakan manusia dalam fenomena pendidikan melampaui kawasan ilmiah dan memerlukan analisis yang mandiri atas data pedagogik (pendidikan anak) dan data andragogi (pendidikan orang dewasa). Adapun data itu mencakup fakta (das sein) dan nilai (das sollen) serta jalinan antara keduanya. Data faktual tidak berasal dari ilmu lain tetapi dari objek yang dihadapi (fenomena) yang ditelaah Ilmuwan itu (pedagogik dan andragogi) secara empiris.

Begitu pula data nilai (normatif) tidak berasal dari filsafat tertentu melainkan dari pengalaman atas manusia secara hakiki. Itu sebabnya pedagogi dan andragogi memerlukan jalinan antara telaah ilmiah dan telaah filsafah.

Selalu saja begitu. Dalam pendidikan ada dua kutub yang mesti selaras dan padu. Dalam bahasa agama, dia dikenal dengan habllumminannaas dan hablumminallah. Tanpa itu maka efektifitas pendidikan nasional akan selalu menemukan kendala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar