Minggu, 21 April 2013

CETAR sebagai solusi membangun karkater



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Karakter didefinisikan sebagai sifat-sifat pribadi yang relatif stabil pada diri Individu dan menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam standar nilai dan norma yang tinggi. Dalam ini karakter (kepribadian) merupakan sebuah kebiasaan yang dilakoni oleh seseoarang dalam tindakan sehari-harinya dan menjadi tampilan perilaku diri seseorang. Ketika karkater yang  ia miliki positif maka tentunya ia juga memiliki pandangan, jati diri dan kebiasaan yang positif.
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
            Presiden Soekarno sebagai salah satu The Founding Fathers telah merancang gagasan besar pembangunan watak bangsa ( Nation and Character Building ) yang kemudian dikenal dengan TRI SAKTI yang sangat relevan dalam pembentukan watak bangsa Indonesia, Yakni : 1. Dalam Politik, Kita berdaulat, 2. Dalam ekonomi, kita berdikari , dan 3. Dalam Budaya, Kita berkepribadian. Arah pembangunan watak bangsa juga sangatlah jelas terlihat, yaitu terwujudnya bangsa Indonesia yang memiliki watak kebangsaan yang bermatabat dan berbudi luhur.
            Strategi Universitas Negeri Medan menuju UNIMED 2025, menjadi The Character Building university yang menetapkan 6 pilar pendidikan karakter adalah : 1. Dapat dipercaya (trustworthemess) 2. Kehormatan ( respect ) 3. Tanggung Jawab (responsibility) 4. Keadilan (fearness) 5. Kepedulian (caring) dan 6. Kewarganegaraan (Citizenship). Ke enam pilar tersebut diharapkan dapat tumbuh dan berkembang tidak hanya terhadap mahasiswa Unimed tetapi generasi penerus bangsa di Indonesia juga.
            Berdasarkan fakta yang dikemukakan Sinaga (2011) dalam sebuah artikel, yang  dikeluarkan oleh International Labor organization-Internatioanal Programme on the Elimination of Child Labor (ILO-IPEC) dalam rangka memperingati World Day Againts Child Labour 12 Juni 2010 sebanyak 1,2 Juta anak menjadi korban perdagangan anak setiap tahunnya di dunia ketiga.
            Pengaribuan ( 2008 ) melaporkan kembali hasil penelitian dr. Boyke yang mengungkapkan bahwa ada sekitar 50% dari sampel penelitiannya, yaitu anak-anak SLTA telah melakukan hubungan seks sebelum menikah. Penduduk Indonesia sudah terbukti mulai melakukan hubungan seks pada umur yang masih muda. Creagh (2004) melaporkan kembali hasil penelitian Yayasan Kusuma Buana menunjukkan bahwa sebanyak 10,3% dari 3,594 remaja di 12 kota besar di Indonesia telah melakukan hubungan seks bebas.
            Berdasarkan  data dari jakarta, kompas.com yang diakses pada hari selasa 18 April 2013 menyebutkan bahwa “ gelombang budaya pop korea sedang menerjang dunia. Anak muda dimana-mana histeris melihat aksi boyband/girlband korea. Inilah puncak gunung es dari kisah tentang penetrasi budaya pop di sekitar kita”.
            Kini karakter bangsa indonesia sudah mulai luntur sejak masuknya globalisasi. Dengan banyaknya tren baru yang masuk ke indonesia menyebabkan jati diri bangsa indonesia yang dahulunya menganut budaya timur sudah mengarah ke budaya barat. Prilaku yang dianut oleh bangsa kita sudah condong kepada budaya barat.
            Bangsa Indonesia telah terjebak pada gaya hidup yang pragmatis ekonomis. Dengan meniru budaya barat (westernisan) secara parsial, tanpa memahami substansinya secara utuh. Budaya ini telah mempengaruhi pola hidup masyarakat Indonesia pada kalangan pelajar, mahasiswa maupun birokrat. Pada kalangan muda juga telah kehilangan prilaku sopan santun, ketidak jujuran, kehilangan jati diri bangsa bahkan prilaku menyimpang seperti hubungan seks bebas.
            Sikap remaja saat ini yang terkena virus dari budaya barat sudah menjadi hal yang wajar saat ini. Tiada lagi karakter ketimuran yang tercipta bahkan terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Seperti halnya musik k-pop yang saat ini sedang membanjiri dunia remaja bahkan dunia mahasiswa kita sendiri. Sungguh miris tentunya ketika kita mendengar masalah ini.
            Dengan banyaknya permasalahan diatas maka penulis merasa terpanggil untuk membuat karya tulis dengan memberikan solusi yang berjudul “Cetar Sebagai Solusi Cerdas Membangun Karakter Bangsa”. Jika permasalahan ini tidak segera ditanggulangi dan diberikan perhatian dengan memberikan solusi yang bijak, maka penulis yakin di tahun depan bangsa ini sudah tidak lagi memiliki jati diri. Kita khawatir sejarah akan kembali terulang dan bangsa ini akan segera dijajah oleh negara-negara adikuasa.
1.2  Rumusan masalah
            Berdasarkan paparan pada latar belakang masalah diatas maka dirumuskan sebuah masalah yakni “Bagaimana solusi cerdas untuk membangun karakter bangsa Indonesia?
1.3  Gagasan Kreatif
            Betapa pentingnya sebuah karakter bagi suatu bangsa yang merupakan sebuah dasar dari segala kehidupan bangsa Indonesia. Toho ( 2008 ) mengatakan bahwa “ ....Jika hendak membangun negara dan bangsa diperlukan karakter, akhlak yang mulia dan mental yang baik.    Sebuah pernyataan bijak yang dtuliskan oleh Wanapri Pangaribuan dalam sebuah artikel yaitu: “jika harta hilang (habis) sesungguhnya tidak ada yang hilang; jika kesehatan hilang maka satu hal telah hilang dan jika karakter hilang maka segalanya telah hilang”.
            Untuk itu penulis memberikan sebuah Soulusi Cerdas untuk membentuk karakter Bangsa Indonesia Melalui “Cetar” yaitu Ce adalah sebuah cerita yang tertuang dalam sebuah buku baik buku pelajaran, cerita ataupun secara lisan yang menceritakan sejarah, T yaitu Tokoh pahlawan di mana cerita tentang tokoh pahlawan diharapkan dapat membentuk karakter bangsa  yang dapat di aplikasi dari karakter tokoh seperti sikap kepahlawan seorang tokoh terhadap bangsanya yang tak pernah lelah untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa serta mencintai bangsa yang saat ini telah luntur pada generasi muda di Indonesia. Kemudian lewat A yaitu cerita tentang “Agama” untuk membentuk karakter bangsa yang bermoral dan  memiliki sifat terpuji seperti sifat yang sopan santun, penyabar , jujur dan tidak melakukan sifat tercela seperti melakukan hubungan seks bebas , perdagangan anak yang mencerminkan rendahnya karakter bangsa Indonesia tanpa nilai-nilai agama. Dan terakhir melalui R yaitu  “folklor” dimana Indonesia memiliki banyak suku bangsa dan berbagai folklor yang dapat membentuk karakter bangsa Indonesia dimana setiap folklor terkandung karakter yang sangat dibutuhkan bangsa Indonesia. Folklor juga mengandung nilai budaya yang sangat mencerminkan karakter setiap suku bangsa di Indonesia yang dapat memperkuat jati diri bangsa Indonesia.
            Melalui cetar akan mampu membentuk karakter bangsa yang positif. Cerita Tokoh Sejarah merupakan hal yang telah dilupakan oleh bangsa Indonesia padahal melalui tokoh sejarah bangsa Indonesia dapat mengambil karakter yang terdapat di dalamnya. Dari sisi agama kita memberikannya melalui ajaran agama yang telah kita anut. Larangan-larangan yang ada di dalam agama seperti larangan berbohong, bersikap adil dan lain sebagainya. Melalui CETAR kembali kita sadarkan bangsa kita akan aturan-aturan ataupun karakter positif yang sangat berarti untuk bangsa ini serta untuk individu masing-masing. Sedangkan dari sisi folklore yakni berupa cerita rakyat atau dongeng yang sebenarnya memiliki nilai positif bagi para pembaca. Kembali kita galakkan cerita rakyat dengan mengambil karakter positifnya. Seperti contoh kisah dari malin kundang yang sangat populer dan mencirikan sumatera baratnya. Disamping kita memahami folklor daerah kita, kita juga mampu mengambil pelajaran dari kisah tersebut dan menimbulkan karakter positif yang ada di dalam peran “kisah asal mula danau toba”. Dimana kita bisa melihat akibat yang didapatkan oleh sang lelaki karena telah mengingkari janjinya ia tenggelam bersama air yang sangat deras. seperti itulah perumpamaan yang diberikan dari salah satu contoh folklor dari sumater utara.
1.4 Tujuan dan Manfaat
            Tujuan dari karya tulis ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai cara menanggulangi permasalahan karakter yang kini semakin memuncak dengan masuknya budaya barat melalui CETAR.
            Manfaat dari penulisan karya tulis ini adalah tersampaikannya tinjauan manfaat CETAR sebagai solusi yang dapat dimanfaatkan untuk menanggulangi permasalahan karakter yang ada saat ini. Melalui cetar maka akan membentuk karakter bangsa yang diidamkan selama ini.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1  Karakter
2.1.1        Pengertian Karakter
            Menurut Lukman, dkk (1995) karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, tabiat, watak, ahlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Tabiat adalah kebiasaan-kebiasaan sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari seseorang ataupun kelompok. Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang telah mempunyai kepribadian asli, dan hal itu bersifat alami. Setelah itu baru lingkungan sosial yang membangun dan mengarahkan kepribadian tersebut. Hal ini berarti terdapat faktor pembentukan karakter manusia dan mempengaruhinya menjadi lebih kuat, melemah, atau mungkin justru tergantikan dengan kepribadian baru.
Susan Brown dalam McElmeel (2002) menyatakan bahwa karakter menyangkut atribut: keriangan (cheerfulness), kewarganegaraan (Cintizenship), kebersihan (cleanliness), Kasih sayang (compassion), kerjasama (cooperation), keberanian (courage), kesopanan, (courtesy), kreativitas (Creativity), ketergantungan (dependability), ketekunan (diligence), keadilan (fairness), kemurahan hati (generosity), menolong (helpfulness), sukacita (joyfulness), kebaikan (kindness), kesetiaan (loyalty), kesabaran (patience), ketekunan (perseverance), ketepatan waktu (punctuality), rasa hormat (respect), penghargaan terhadap lingkungan hidup (respect for the environment), tanggung jawab (responsibility), kebanggaan sekolah (school pride), kendali diri (self control), sportivitas (sportsmanship), toleransi (tolerance), kejujuran (honesty).
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.1 tabel “konfigurasi karakter”
2.1.2        Proses Terbentuknya Karakter
Terbentuknya karakter seseorang melalui proses yang panjang. Dia bukanlah proses sehari dua hari, namun bisa bertahun-tahun. Dalam ilustrasi seorang yang tinggal sementara di Singapura sebelumnya, kita berharap sepulangnya dia dari sana karakternya akan berubah, tapi kenyataannya tidak. Ini menunjukkan, waktu satu tahun belum sanggup membentuk karakter.
Suatu sikap atau prilaku dapat menjadi karakter melalui proses berikut:
-          Pengenalan
-          Pemahaman
-          Penerapan
-          Pengulangan/ pembiasaan
-          Pembudayaan
-          Internalisasi menjadi karakter
Karakter menjadi kuat jika rangkaian proses tersebut dilewati. Ilustrasi cerita B menunjukkan sikap yang dia nampakkan selama di luar negeri masih berada dalam ranah psikomotor, yakni sekedar meniru, namun belum masuk ranah afektif, atau kalaupun ada, itu masih pada level rendah. Mungkin jika lama tinggal B di luar negeri di perpanjang komponen afektif yang terbentuk bisa pada level lebih tinggi.
Tahapan di atas dapat dikelompokkan lagi atas dua bagian. Bagian pertama dominan aspek cognitifnya, yakni mulai dari Tahap Pengenalan hingga tahap Penerapan. Selanjutnya bagian kedua mulai didominasi oleh ranah afektif, yakni mulai dari pengulangan sampai internalisasi menjadi karakter. Bagian ke dua ini, dorongan untuk melakukan sesuatu sudah berasal dari dalam dirinya sendiri.
Pemahaman atas tahapan pembentukan karakter ini akan sangat mempengaruhi jenis interfensi apa yang diperlukan untuk membentuk karakter secara sengaja. Akan sangat berbeda interfensi yang dilakukan pada saat karakter baru pada tahap pengenalanan dengan tahapan pengulangan atau pembiasaan.
Pengenalan
Pembentukan karakter dimulai dari fase ini. Untuk seorang anak, dia mulai mengenal berbagai karakter baik dari lingkungan keluarganya. Misalnya, pada keluarga yang suka memberi, bersedekah dan berbagi. Dia kenal bahwa ada sikap yang dianut oleh seluruh anggota keluarganya, yakni suka memberi. Kakaknya suka membagi makanan atau meminjamkan mainan. Ibunya suka menyuruh dia memberikan sedekah ketika ada peminta-pinta datang ke rumah. Ayahnya suka memberikan bantuan pada orang lain. Pada tahapan ini dia berada pada ranah kognitif, dimana prilaku seperti itu masuk dalam memorinya.
Pemahaman
Setelah seseorang mengenal suatu karakter baik, dengan melihat berulang-ulang, akan timbul pertanyaan mengapa begitu? Dia bertanya, kenapa kita harus memberi orang yang minta sedekah? Ibunya tentu akan menjelaskan dengan bahasa yang sederhana. Kemudian dia sendiri juga merasakan betapa senangnya ketika kakaknya juga mau berbagi dengannya. Dia kemudian membayangkan betapa senangnya si peminta-minta jika dia diberi uang atau makanan. Pada tahap ini, si anak mulai paham jawaban atas pertanyaan ”mengapa”  
Pengulangan/ Pembiasaan
Didasari oleh pemahaman yang diperolehnya, kemudian si anak ikut menerapkannya. Pada tahapan awal, dia mungkin sekedar ikut-ikutan, sekedar meniru saja. Mungkin saja dia hanya melakukan itu jika berada dalam lingkungan keluarga saja, di luar dia tidak menerapkannya. Seorang yang sampai pada tahapan ini mungkin melakukan sesuatu atau memberi sedekah itu tanpa didorong oleh motivasi yang kuat dari dalam dirinya. Seandainya dia kemudian keluar dari lingkungan tersebut, perbuatan baik itu bisa jadi tidak berlanjut. Ini mungkin hal terjadi dalam kasus B sebelumnya. Untuk membuat ini menjadi bertahan, diperlukan pengulangan-pengulangan, hingga akhirnya menjadi pembiasaan.
Pembudayaan
Jika kebiasaan baik dilakukan berulang-ulang, seperti misalnya suka memberi dalam ilustrasi bagian ini, untuk meningkat berubah menjadi karakter, perlu ada pembudayaan. Terminologi pembudayaan menunjukkan ikut sertanya lingkungan dalam melakukan hal yang sama. Suka memberi ini seakan sudah menjadi kesepakatan yang hidup dilingkungan masyarakat. Ada orang yang senantiasa mengingatkan, kemudian ada kontrol social, sehingga orang akhirnya menjadi malu menjadi orang yang pelit. Orang menjadi tidak enak hati jika tidak ikut dalam pengumpulan sumbangan untuk perbaikan saluran lingkungan, misalnya. Motivasi keikut sertaan itu adalah disebabkan adanya kontrol sosial, seakan ada hukuman atau social punishment yang diterapkan. Pada tahapan ini, jika budayanya sudah menjadi kuat, pendatang yang bergabung ke dalam lingkungan masyarakat seperti ini akan ikut melakukan hal yang sama.
Internalisasi Menjadi karakter
Tingkatan berikutnya, adalah terjadinya internalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sikap atau perbuatan di dalam jiwa seseorang. Sumber motivasi melakukan suatu respon adalah dari dasar nurani. Karakter ini akan menjadi semakin kuat jika ikut didorong oleh suatu ideologi atau believe. Dia tidak memerlukan kontrol social untuk mengekspresikan sikapnya, sebab yang mengontrol ada di dalam sanubarinya. Disinilah sikap, prilaku yang diepresikan seseorang berubah menjadi karakter.
Seorang anak yang dibesarkan dalam keluarga yang suka berbagi, kemudian tinggal dalam masyarakat yang suka bergotong royong, suka saling memberi, serta memiliki keyakinan ideologis bahwa setiap pemberian yang dia lakukan akan mendapatkan pahala, maka suka memberi ini akan menjadi karakternya.
Seorang anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak menekankan sopan santu, tinggal dalam lingkungan yang suka bertengkar dan mengeluarkan makian dan kata-kata kotor, dan tidak memiliki pemahaman ideologi yang baik, maka berkatan kotor mungkin akan menjadi karakternya.
Tahapan yang dipaparkan akan saling pengaruh mempengaruhi. Mekanismenya ibaratkan roda gigi yang saling menggerakkan. Mengenal sesuatu akan menggerakkan seseorang untuk memahaminya. Pemahaman berikutnya akan memudahkan dia untuk menerapkan suatu perbuatan. Perbuatan yang berulang-ulang akan melahirkan kebiasaan. Kebiasaan yang berkembang dalam suatu komunitas akan menjelma menjadi kebudayaan, dan dari kebudayaan yang didorong oleh adanya values atau believe akan berubah menjadi karakter.
3        Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Karakter
·         Agama/ Kepercayaan
Seorang teman bercerita, dia memiliki dua anak. Anak pertama dimasukkan ke sekolah umum, sejak dari Taman Kanak-kanak hingga SMA. SMA tempat anaknya adalah sekolah terbaik di kota tempat tinggalnya. Sekolah ini menyandang titel sebagai sekolah RSBI. Aktifitas di sekolah itu teratur sedemikian rupa. Para siswa seakan berlomba meraih prestasi. Anak berikutnya dia sekolahkan pada sekolah Pesantren Modern terpadu. Mulai dari TK sampai SMA juga. Waktu yang digunakan di sekolah kurang lebih sama, namun hasilnya berbeda. Dari sisi kesantunan, terlihat perbedaan mencolok. Anak pertama cenderung memiliki ego lebih tinggi di banding adiknya, cara dan gaya berbicara juga berbeda jauh. Perhatian terhadap lingkungan dan orang lain juga demikian, yang kedua kelihatan lebih mudah bersosialisasi. Terlepas dari karakter bawaan masing-masing, teman ini mengungkapkan bahwa susasana dan kondisi belajar yang ada di sekolah yang dominan mempengaruhi perbedaan sikap kedua anaknya.
·         Keluarga
Keluarga adalah lingkungan  pertama yang akan ditemua seorang anak. Nilai-nilai yang berkembang di dalam keluarga memiliki pengaruh besar dalam membentuk karakter seseorang. Apa yang dilihat seorang anak di dalam keluarganya akan menjadi dasar karakter yang terbentuk. Keluarga dengan orang tua yang bijaksana, lembut dan penuh kasih sayang akan menhasilkan karakter anak yang berbeda dibandingkan dengan keluarga yang tidak menerapkan prinsip sopan santun. Keluarga yang agamis akan mempengaruhi pertumbuhan seseorang menjadi seorang yang agamis pula.
Di dalam keluarga, peran orang tua sangat menentukan. Sebab figur bapak dan Ibu ini memiliki pengaruh sangat besar dalam pembentukan karakter. Orang tua yang suka menekan anak, memarahi anak atau suka berkata tanpa kontrol, dampak segera terlihat pada anak usia balita sekalipun.
·         Lingkungan
Kalau dihitung secara kasar, maka sesungguhnya seorang anak lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan ketimbang dengan keluarga atau gurunya. Pagi, anak sudah berangkat ke sekolah. Sekolah ini adalah lingkungan bagi anak, dia belajar, bermain, berinteraksi dengan kawan dan guru. Pulang sekolah, sore dia kembali ke lingkungan sekitar rumah, bermain, bercanda dengan teman main play station, warnet, setelah itu dia akan ke TPA. Baru pulang ke rumah, kerjakan PR, nonton, dan tidur. Keesokan harinya dia akan mengulangi rutinitas seperti hari-hari sebelumnya.
Jika lingkungan tempat bermainya tidak terkontrol, kasar, tidak mengenal sopan santun, suka berjudi, main bola sambil berjudi, main kartu, pergaulan muda-mudi yang melampaui batas, maka akan punya dampak sangat hebat terhadap pembentukan karakternya. Akan bertambah sulit memperbaikinya jika orang tua dan keluarga yang lain tidak peduli atau tidak menyadari.
Dengan cara begini, maka sesungguhnya cara yang paling baik dalam membentuk karakter seorang anak adalah dengan cara membina dan mengawasi lingkungannya.
2.1.3        CETAR
·         Cerita Sejarah
            Cerita merupakan pristiwa-pristiwa yang terjadi berdasarkan urutan waktu yang disajikan dalam sebuah karya fiksi. Kenny (dalam nurgiyantoro,1995:91). Banyak jenis karya sastra yang berbentuk dalam sebuah cerita.
·         Tokoh Pahlawan
            Tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suara karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan sang tokoh. Abrams(dalam Nurgiyantoro,1995:165)
·         Agama
            Agama merupakan suatu ajaran atau sistem yg mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Di dalam agama banyak kita temui perintah untuk berkarakter yang baik. Yang dikenal dengan istilah akhlak.
           
·         FolkloR
            Folklor sebagai bagian dari kebudayaan bertutur menunjukkan dampak mentalitas sosial yang besar dalam kehidupan bermasyarakat. Folklor dapat berbentuk cerita rakyat, lagu daerah atau pun lainnya yang mencirikan suatu daerah. Salah satu contoh dari folklore adalah cerita rakyat yang berasal dari sumatera utara yaitu “Cerita Rakyat Nauli Basa” yang memiliki beberapa pesan moral seperti : (1) sikap ketekunan bekerja mencari nafkah, (2) sifat memperkenalkan diri dengan sopan dan keakraban, (3) suka bertutur dengan memakai hubungan kekerabatan, (4) setia terhadap janji (tidak ingkar janji), (5) berani menghadapi resiko, (6) kesetiaan melayani suami dan anak, (7) kejujuran dan kepatuhan anak kepada ibu dan bapak dan (7) hormat kepada leluhur dan alam.

BAB III
METODE PENULISAN
3.1  Sumber Data
Data yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah studi literatur yang di dapatkan dari internet dan studi pustaka. Prosuder penulis dalam metode studi literatur adalah:
1.      Penulis menguraikan informasi mengenai definisi karakter , cerita , tokoh sejarah , agama dan folklor serta kegunaan CETAR sebagai solusi cerdas dalam membangun karakter bangsa Indonesia.
2.      Penulis menguraikan pendapat beberapa pihak mengenai karakter bangsa , cerita , tokoh sejarah , agama dan Folklor sebagai solusi cerdas dalam membangun karakter bangsa
3.      Penulis mengolah hasil studi literatur menjadi tulisan dalam karya tulis ini
4.      Penulis mengabil kesimpulan dari berbagai sumber pustaka
3.2  Analisis Data
            Sifat dan bentuk karya tulis ini adalah deskriptif dan analitik. Dalam karya tulis ini penulis menggunakan metode kualitatif. Artinya , metode ini menggabungkan analisis data-data yang ada dengan analisis kualitatif.
3.3  Prosedur Penulisan
Prosedur penulisan dalam pembuatan karya tulis ini dapat dilihat dari Flow Chart (diagram alir) sebagai berikut :



Finish/Selesai
Kesimpulan
Studi Literatur
Pengolahan Data
Konsultasi Dosen pembimbing
Pengumpulan Literatur

START/Mulai
Pencarian ide/gagasan
 




























Gambar 3.1 Flow Chart “penulisan Karya Tulis”

3.4  Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam karya tulis ini adalah sebagai Berikut :
Bab I Pendahuluan
Berisi latar belakang , perumusan masalah, uraian singkat mengenai gagasan kreatif yang ingin disampaikan,serta tujuan dan manfaat yang ingin dicapai melalui penulisan.
Bab II Telaah Pustaka
Berisi Uraian yang menunjukkan landasan teori dan konsep-konsep yang relevan dengan masalah yang dikaji.
Bab III Metode Penulisan
Berisi metode yang digunakan penulis dalam penulisan karya tulis dan prosedur penulisannya.
Bab IV Analisis dan Sintesis
Berisi analisis-sintesis permasalahan yang didasarkan pada data atau informasi serta telaah pustaka untuk menghasilkan solusi atau gagasan kreatif yang diberikan penulis
Bab V Simpulan
Berisi simpulan yang konsisten dengan analisis dan sintesis pada pembahasan permasalahan serta saran yang berupa solusi cerdas dalam membangun karakter bangsa.

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1  Analisis
Analisis dilakukan dengan cara membandingkan intisari-intisari sumber bacaan sebagai hasil pengolahan dan penafsiran data, fakta atau informasi. Pada tahap ini dibandingkan pula data yang diterima dengan teori-teori yang relevan. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, maka penulis mengungkap sebuah permasalahan yang sangat penting untuk diperhatikan dan diberikan solusi. Solusi yang diberikan disesuaikan dengan kebudayaan timur yang kita anut di Indonesia. Setelah melihat kelemahan dan kelebihan solusi yang ditawarkan, maka solusi yang diberikan disini kita ambil tidak hanya dari segi pendidikan. Dimana CETAR dapat berperan di dalam dunia pendidikan dan juga di luar dunia pendidikan.
            Dari rumusan dan identifikasi masalah yang telah penulis jabarkan, maka analisis masalahnya dapat digambarkan sebagai berikut :
·         Kondisi Karakter Bangsa Indonesia
            Dikalangan generasi muda Indoneisa karakter suatu bangsa seakan-akan mulai tenggelam terutama mereka yang masih mencari jati diri. Budaya luar yang begitu deras membanjiri Indonesia lewat berbagai media terutama media elektronik seperti televisi dan Internet, sementara budaya Indonesia sepertinya masih malu-malu untuk keluar dari cangkangnya. Padahal Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan budaya yang mampu mengharumkan nama bangsa dan membangkitkan rasa cinta terhadap bangsa Indonesia.
·         CETAR
Cerita Sejarah
Jati diri bangsa dan perubahan ada dalam sejarah. Cerita-cerita sejarah yang memiliki banyak nilai-nilai moral yang bisa mengangkat jati diri bangsa. Cerita sejarah mampu memberikan  pemahaman kepada bangsa untuk menggali makna dari sebuah peristiwa atau tokoh sejarah dan malalui nilai-nilai yang terkandung di dalamnya bisa memberikan kearifan yang merupakan pembentuk karakter bangsa yang sangat efektif apalagi Indonesia diakui sebagi negara yang kaya akan budaya.
Tokoh Pahlawan
Tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suara karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan sang tokoh. Abrams(dalam Nurgiyantoro,1995:165)
Dari watak para tokoh-tokoh sejarah tersebut kita akan mampu mengambil serta menerapkan karakter positif dari seorang tokoh dalam kehidupan sehari-hari kita. Seperti halnya watak dari seorang tokoh sejarah yang bernama Diponegoro, Imam Bonjol, Pattimura, Teuku Umar dan sederet pahlawan bangsa lainnya yang telah berani mengatakan bahwa “imperealisme dan kolonialisme adalah bentuk ketidak adilan dan karenanya harus dilawan”.
Sikap tokoh yang begitu memiliki karakter inilah yang patut dijadikan contoh yang seharusnya ditelaah oleh bangsa kita serta diterapkan kembali. Sikap-sikap tokoh pahlawan yang ada sangat patut untuk kita teladani dalam membangun karakter bangsa ini. Bangsa ini membutuhkan teladan yang dapat kita ambil dari tokoh-tokoh pahlawan kita yang jelas telah berhaasil menyelamatkan tanah air ini bersama darah mereka. Sikap rela berkorban yang begitu besar yang sudah sepantasnya kita jadikan bahan telaah bersama serta penerapan bersama dalam membangun karakter bangsa.
Agama
Pengembangan karakter bangsa menuntut adanya kesadaran budaya (cultural awareness) dan kecerdasan budaya (cultural intellegence). Maka sudah menjadi keniscayaan bagi bangsa untuk memperhatikan warisan budaya leluhurnya. Di antara yang dapat dijadikan modal untuk membangun karakter bangsa adalah nilai-nilai agama. Sebab, agama di negeri ini berkembang dengan khas dan unik.
Terwujudnya akhlak mulia di tengah-tengah masyarakat merupakan misi utama dari pembelajaran agama. Adapun karakter lebih ditekankan pada aplikasi nilai-nilai positif dalam kehidupan sehari-hari. Jadi karakter lebih mengarah kepada sikap dan prilaku manusia. Yang menjadi persoalan penting adalah bagaimana karakter atau akhlak mulia mampu menjadi kultur atau budaya, khususnya bagi generasi muda. Artinya, kajian tentang akhlak mulia ini penting, tetapi yang lebih penting lagi adalah bagaimana nilai-nilai akhlak mulia mampu tercipta dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi habit generasi muda.
Agama memiliki peranan penting yang dinomor satukan dalam pembentukan karakter bangsa ini. Ketika seseorang memiliki pengetahuan agama maka jelas ia akan mampu mensinergiskannya dengan melakoni sebuah karakter yang positif. Karena agama merupakan pedoman kita dalam menjalani aktivitas kehidupan ini.
Folklore
Dalam kedudukan sebagai budaya daerah, cerita rakyat merupakan salah satu bentuk tradisi lisan (folklore) yang ada dalam masyarakat Indonesia yang berpengaruh terhadap perubahan social masyarakat pendukungnya. Di dalam cerita rakyat acapkali terefleksikan fenomena social masyarakatnya.
Secara keseluruhan, Danandjaja (1997:22) mengklasifikasikan tradisi lisan menjadi enam bentuk, yakni: (a) bahasa rakyat, (b) ungkapan tradisional, (c) pernyataan tradisional, (d) sajak dalam puisi rakyat, (e) cerita prosa rakyat, dan (f) nyanyian rakyat. Namun, berdasarkan pengamatan di lapangan, di antara bentuk-bentuk tersebut cerita prosa  rakyatlah yang paling berpengaruh terhadap kehidupan social masyarakatnya.
Menurut Bascom (Danandjaja, 1997:50) cerita prosa itu pun kemudian diklasifikasikan lagi menjadi (a) mite (myth), (b) legenda (legend), dan (c) dongeng (foktale). Cerita rakyat tersebut menyebar ke semua daerah di wilayah Indonesia. Sebagai contoh, kita mengenal ada cerita “asal mula danau toba” yang berasal dari Sumatera Utara.
Jadi, folklore yang dimaksud disini memiliki cakupan yang cukup luas yang memiliki peranan penting dalam pembentukan karakter bangsa. Dari penerapan folklore yang ada bangsa ini tidak akan lagi kehilangan jati dirinya. Ia pun akan menghargai dengan sangat budaya yang ada pada bangsa ini. Karena dari cerita-cerita rakyat serta lagu-lagu daerah yang ada semuanya memiliki pesan yang sangat berarti dalam penanaman sebuah karakter.
4.2  Sintesis
MEMBANGUN KARAKTER BANGSA
Cerita sejarah
Tokoh pahlawan
Agama
Folklor
 







Gambar 1.2 Flow Chart “membangun karakter bangsa melalui CETAR”
Cetar (Cerita sejarah, Tokoh Pahlawan, Agama dan Folkor) merupakan sebuah solusi cerdas yang akan membangun karakter bangsa. Melalui CETAR jati diri bangsa akan kembali karena pada dasarnya sebuah karakter dihasilkan melalui kebiasaan serta lingkungan sekitar. Ketika bangsa Indonesia mengetahui cerita sejarah, mengenal tokoh pahlawan, memahami agama, serta folklor maka bangsa Indonesia akan terbiasa dengan hal-hal yang positif seperti karakter yang positif yang ia dengar dari folklore ataupun cerita sejarah dan tokoh pahlawan yang ada serta menjalankan perintah dan larangan agamanya.
BAB V
 PENUTUP
5.1 Kesimpulan dan Rekomendasi
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam membangun karakter bangsa baik melalui pendidikan, budaya, Sikap Nasionalisme, Religius dan lain sebagainya.
Cara – cara diatas dapat dilakukan sesuai dengan ranah bidang akademisi ataupun IPTEK yang kita geluti. Dalam hal ini CETAR berperan dalam membangun karakter bangsa CETAR merupakan solusi cerdas yang timbul melalui cerminan para tokoh pahlawan serta cerita sejarah. Baik dari sisi budaya, sikap nasionalisme serta nilai religious.
Cerita sejarah sangat berperan membentuk generasi bangsa yang memiliki sifat nasionalisme yang tinggi terhadap negaranya yang merupakan salah satu bentuk karakter yaitu kewarganegaraan (citizenship). Tokoh pahlawan dapat memberikan konstribusi yang besar untuk membentuk karakter bangsa karena dengan memahami perjuangan tokoh pahlawan maka pewarisan sifat tokoh dapat tertransfer ke generasi muda dengan mencerminkan karakter yang adil , berani dan rela berkorban demi bangsa Indonesia yang ia cintai. Cerita agama jelas sangat mempengaruhi karakter seseorang karena dengan penanaman nilai-nilai agama maka tercipta karakter yang bermoral dan bermatabat sesuai dengan arah pembangunan watak bangsa Indonesia. Dan dengan Folklore generasi muda dapat mencontoh karakter yang baik di dalam sebuah cerita rakyat yang setiap daerah memiliki cerita rakyat sendiri .
Jadi dengan Cetar karakter bangsa Indonesia dapat terbentuk kearah yang positif dan menimbulkan kembali jati diri bangsa Indonesia yang saat ini sudah mulai tenggelam ditelan arus globalisasi. Bangsa Indonesia akan menjadi negara adidaya dunia, apabila mampu mengenali jati diri sebagai Indonesia. Tentu pengenalan dan pengembangan cerita sejarah, tokoh pahlawan, agama dan folklore sebagai opsi yang wajib bagi seluruh elemen bangsa, terutama kalangan akademis yang sangat bertanggung jawab akan perkembangan folklor dari sisi keilmiahan.

DAFTAR PUSTAKA
www.blogspot.makalah.com  (akses kamis, 17 April 2013)
http://sejarah-dan-pembentukan-karakter-bangsa-474659.html (akses kamis, 17 April 2013)
http:// proses-pembentukan-karakter-kepada-anak-_art-121.html (akses kamis, 17 April 2013)
http://hal-hal-yang-mempengaruhi-karakter.html (akses kamis, 17 April 2013)
http:// bagaimanakah-cara-membangun-karakter.html (akses kamis, 17 April 2013)
Pendidikan Sejarah. Jurnal Jas Merah. Vol 3 No 1 Agustus 2009. Unimed
Majalah. Edisi 3 Januari 2012. Unimed
Jurnal. Antropologi Sumatera Folklor dan Tradisi Kemasyarakatan. Vol 3 No 2 Desember 2006. Medan
Jurnal. Sejarah Lontar. Vol 8 No 1 januari 2008. Universitas Negeri Yogyakarta
Lukas, Sugiharto. Masih Eksiskah Karakter Bangsa Indonesia. Makalah
Marzuki. Membangun Karakter Bangsa Masa Depan melalui Revitalisasi Pendidikan Agama di Sekolah. Makalah