IZINKAN CINTA
UNTUK MEMILIH
Semilir angin kian menggoyahkan hati untuk menyerah dengan
tantangan yang cukup spektakuler bagiku saat ini. Ia kian menyedot perhatianku
dengan menari di ufuk kerlipan indah tatapanku. Kian ramai sekelilingku dengan
canda tawa dari beraneka tingkatan umur dari balita hingga lansia. Berbagai
macam aktivitas yang mereka lakukan untuk terus bertahan dengan beragam
goncangan sandiwara kehidupan yang fana ini. Terlintas bayangan sosok pria yang
dari tadi kian memperhatikanku. Sorotan matanya yang dari kejauhan terus
membuatku semakin penasaran. Langkah kaki ingin mendekatinya namun tak mungkin
ku lakukan. Tatapannya yang tajam kian menggerogoti hatiku mengajak untuk
menjemputnya di singgasana senyuman indahya. Derap kaki yang kian ku hayunkan
terasa seperti barisan panglima perang yang ingin menghadang musuh. Semakin
mendekat sosok pria itu pun berdiri dan melangkah menyambut kehadiranku.
“Mau kemana?”
“Ketemu kamu, aku Sasya. kamu?”
“Ferdy. Apa kita sudah pernah kenal sebelumnya?”
“mungkin,”
“kok mungkin sih?”
“Ya, menurut kamu?”
“aku ngerasa kamu itu nggak asing lagi”
“ya, mungkin”
“idih…kok mungkin mulu sih?”
“ya, Sasya juga nggak tau apakah kita pernah kenal
sebelumnya”
“lantas, ngapain kamu nyamperin aku?”
“yeah…kepedean. Yang ada kamu tuh yang nyamperin Sasya..mau
kenalan kan?”
“idih…sumpah pede banget sih jadi cewek”
Perbincangan pun terus mengalir bagai air bersama canda tawa
dan perkelahian kecil sembari berkeliling mengitari stadion. Angin benar-benar
seperti telah mengirimkan secercah kebahagiaannya untukku di hari itu. Aku
benar-benar nggak tau kenapa tampak begitu akrab dengannya. Permasalahan
klassik kian larut bersama hari itu. Ternyata dunia yang ku kira sempit
bukanlah statement yang bisa dipertanggung jawabkan. Dunia yang cukup luas
dengan kebahagiaan ketika kita berani menjemput kebahagiaan itu. Kebahagiaan
tidak akan mungkin datang begitu saja tanpa adanya usaha untuk menjemputnya.
Kini kesendirianku telah pupus bersama larutnya permasalahan klassik yang telah
disemai oleh nuansa baru bersama Ferdi. Keakraban yang begitu indah terasa
saling mengisi. Keceriaan kian melingkup dalam hari-hariku. Serasa ingin hidup
seribu tahun lagi dengan keadaan yang seperti sekarang. Tiada sempat waktuku untuk murung, cemberut,
apalagi nangis. Ferdi telah masuk dalam kehidupanku dan mewarnainya. Banyak
pelajaran berharga yang ku dapat darinya, pelajaran untuk menyayangi orang
lain, menghargai orang lain, mengerti orang lain dan lainnya. Bagaimana mungkin
kita akan dihargai orang lain sementara kita tidak memulai untuk menghargai
orang lain. Bagaimana mungkin orang lain akan menyayangi kita sementara kita
asyik membenci orang lain. Dan bagaimana mungkin orang lain akan menghargai
kita sementara kita tidak pernah menghargai orang lain. Kini ku mulai mampu
menebar kasih sayangku untuk orang lain, emosiku lebih terkontrol dan
kehidupanku lebih baik dari sebelumnya. Tanpa Ferdi serasa sepi hari-hariku. Ku
seperti sudah mengenal lama sosok Ferdi. Walaupun usia perkenalan kami baru
memasuki dua bulan, namun ku seperti sudah ketergantungan padanya. Ku tak ingin
kehilangan sosok dia. Penyemangat, teman berantam, tukar informasi dan
pengalaman. Ferdi seperti soulmate hidupku. Apakah ini yang namanya soulmate
yang ada di novel-novel itu??? Ah…lamunanku tentang Ferdi berhenti sejenak
ketika telpon berdering.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum salam warahmatullah…. Ada apa Fer?”
“hm…lagi ngapain Sya??? Jangan mikirin aku terus ya..”
“idih…pede tingkat dewa banget sih lo…..nggak kok..”
“nggak apa? Nggak salah lagi ya??”
“hm…to do point za deh, ada apa nelpon? Kangen ya”
“nah, itu kamu tau….”
“ya aku kan orangnya emang ngangenin”
“hm..iya, aku kangen kamu….ke gramedia yuk”
“ok..”
“tapi kamu dandan yang cantik ya, soalnya aku malu kalau
jalan sama orang jelek kayak kamu.”
“idiiih…..nggak salah? Yang ada aku yang malu jalan sama
cowok jelek kayak kamu”
“duh..duh….panjangnya repetannya..yaudah gih sana siapan, 15
menit lagi aku nyampe, ok.”
“iya..iya pangeran…”
“yaudah ya, assalamau’alaikum”
“wa’alaikum salam warahmatullah.”
Salam kerinduan kepada sang pencipta langit di malam yang
kian hening bersama tetesan hujan dan dinginnya malam. Kegelapan selalu setia
menemani malam yang hujan. Indahnya cahaya sang bintang kini tak mampu
terpancar ke kamarku. Berdua dengan sang pencipta serasa nyaman. Keluhan
duniawi selama ini kian terkikis bak hujan yang mengikis debu di jalanan.
Terasa bersih jiwa ini setelah berdua dan bermunajat dalam tahajud-Nya. Ketika
sang mentari menampakkan sinarnya pertanda aktivitas duniawi telah menungguku
dengan segudang agenda yang terkadang membuatku seperti tak sempat untuk
benafas. Deretan agenda yang seakan memaksaku untuk tidak memiliki waktu dengan
Ferdy lagi. Miss communication pun kian tercipta diantara kami.
Salam hangat di sore hari ketika pelangi menampakkan
keindahannya di tengah stadion yang seakan aku sendiri disana walaupun banyak
mata yang juga merasakan keindahan itu. Sore itu seakan hanya aku yang menikmati
pancaran keindahanya. Tanpa ada seorang pun yang menggangguku ketika itu.
Rintikan hujan kian membasahi bumi serasa membasahi hati yang kini merindu akan
sosok yang selama ini mewarnai hari-hariku. “Inikah cinta yang selama ini
dirasakan oleh banyak kalangan pemuda dan remaja” ujarku dalam hati. Perasaan
yang seakan menusuk hatiku sendiri, ingin rasanya menjeritkan apa yang aku
rasakan saat ini. Rasa rindu yang kian membara hanya waktu bersamanya yang aku
inginkan saat itu. Sang pelangi kini telah tenggelam bersama terbitnya sang
bintang. Namun, ku masih saja menunggu berharap sang pangeran hadir di tempat
itu. Stadion tempat ku pertama mengenalnya dan bertemu. Bersama sang bintang
dan sejuknya malam kerinduan terasa semakin mencabik-cabik hatiku yang kian
meringis. Tangisan hati yang hanya mempu ku ceritakan pada sang bintang malam
itu.
Weekand ceria bersama keluarga besar. Rentetan nasehat
tercurah untukku yang sedang menapaki dunia mahasiswa. Bunda selalu berpesan
agar ku jauh dari dunia “pacaran”
karena takut akan mengganggu dunia akademikku. Juga bunda takut kalau lelaki
yang ku dapat adalah satu dari buaya-buaya darat di dunia ini. Bunda juga
sangat khawatir akan efek pergaulan bebas yang sedang marak saat ini. Bunda
bilang kalau kita sebagai cewek bukan mencari tetapi menungu. Ntahlah apakah
kalimat itu masih pantas untuk zaman emansipasi saat ini. Tapi ku selalu yakin
bahwa sang khalik telah menyiapkan sosok pasangan yang akan membimbingku menuju
kebahagiaan yang abadi di dunia dan akhiratnya.
“bagaimana kabar kuliahnya Sya?”
“Alhamdulillah lancar om”
“wah, sudah banyak dunk pangeran berkuda putih yang ngantri
sama keponakan om yang sweet smart ini”
“paan sih oom ada-ada aja”
“bukan pangeran berkuda putih om, sekarang mah pangeran ber
avanza putih..hehehe” ujar sepupuku
“iya..iya maksud om juga itu Ca..”
“enggak-enggak..Sasya itu harus selesaikan kuliahnya dulu
baru boleh cari pangeran” ujar bunda
“loh, kakak ini gimana sih? Yang nyuruh Sasya untuk cari
pangeran siapa? Saya kan bilang yang antri. Lagian saya juga nggak rela
keponakan saya yang satu ini harus mencari-cari. Kalau butuh stock saya banyak
tuh sudah terkraditas lagi.”
“om ma Ica paan sih, jadi merepet si bunda kan… pake stock
terakraditas lagi, emang kampus apa terakraditas..?”
“hm..BTW lagi dekat ma siapa sekarang Sya?” bisik Ica
“idiiih paan sih Ca?? ntar denger bunda loh, jadi brabe
kan.”
“iya-iya Cuma rahasia kita aja kok..”
“hm…ikutin aja tweet Sasya Ca..”
“iya, selalu Sya, lagi ada masalah ya sama doi?”
“Miss communication Ca”
“gara-gara apa?”
“kesibukan kami masing-masing membuat kami tidak punya waku
lagi”
“sekedar smsan atau telponan?”
“ya, terkadang untuk sms aja tunggu berhari-hari baru dapat
balasan. Begitu juga dengan smsnya berhari-hari baru sempat Sasya balas. Waktu
off kami sering berbentur Ca, nggak pernah sama.”
“hm…lantas sebenarnya hubungan kalian apa sih?”
“kami tidak pernah memvonis hubungan kami itu berbentuk apa,
namun kedekatan kami dan komitmen kami sudah terbentuk.”
“mengarah maksudnya”
“ya, seperti itulah. Sya juga berharap dia yang terakhir
untuk selamanya”
“seyakin itu Sya? Sebaik apa sih dia?”
“hm..jadi penasaran. Uda coba certain ke bunda?”
“mana berani Ca, bisa-bisa disuruh berhenti kuliah Sasya”
“yaelah Sya, itu kan pendapatmu. Uda pernah dicoba?”
“belum dan nggak akan”
“yah…belum usaha udah nyerah duluan”
Kilatan
petir membuyarkan lamunanku akan informasi yang di posting Ferdy di tweetnya.
Go S2 ke Amrik. Akademik yang cukup memuaskan bagi setiap mahasiswa dan pasti
membanggakan untuk dijadikan hadiah untuk orang tua. Namun, ku tak mampu
membohongi hati ini yang semakin menjerit. Karena sudah pasti long distance
atau bahkan komunikas yang terputus. Aku nggak mau menjadi penghancur
keputusannya. Live is choice. Bukankah langkah, rizki, pertemuan dan maut telah
ditentukan Allah dan pasti datangnya. Jika ku emang berjodoh dengannya
InsyaAllah ku kan bertemu di waktu yang tepat. Namun, serasa sandiwara semua
ini , seperti beracting di dunia ini. Hari-hari indah kemarin seperti lukisan
saat ini. Kenapa harus ada pertemuan jika ada perpisahan. Kenapa harus ada
kenangan jika memang ada kesendirian. Kebahagian itu serasa sebentar bagai
kerlipan mata. Sedangkan kesenderian serasa hidup ribuan tahun. Mungkin dengan
bersandiwara lagi-lagi akan menyelesaikan permasalahan hati ini. Ponsel ku pun
berbunyi telpon dari Ferdy. Ia mengajak ku bertemu di stadion H-7 sebelum
keberangkatannya ke Amrik. Apalagi kalau bukan membicarakan masalah
kepergiannya. Ya, kamu harus tegar Sya, hapus air matamu dan ceriakan wajahmu
di depannya, ikhlaskan kepergian sementaranya untuk menuntut ilmu.
“udah lama nunggu?”
“nggak kok”
“sendiri aja?”
“Iya, gimana kabarnya?”
“hm.. sakit,”
“sakit apa? Sehat kegitu kok dibilang sakit?”
“ikut yuk ke Amrik,”
“haha…becanda aja. Nggak
mungkinlah. Sasya juga punya amanah disini. Itu sudah menjadi pilihanmu.
Jalani dan pertanggungjawabkan. Jangan pernah mundur sebelum berperang. Cuma 2 tahun kan? Setelah itu kamu bisa
melanjutkan misimu disini. Bukankah itu cita-citamu? Perjuangkan sobat.”
“baiklah. Boleh minta sesuatu?”
“apa itu?”
“titip hati ini. Jaga hati ini. Kamu yang bilang 2 tahun itu
sebentar. Dan kita harus buktikan itu.”
“(hanya tersenyum)”
“kenapa diam?”
“Iya, insyaAllah”
Ini adalah pilihan dan harus dilewati. Bagaimanapun aku
harus tetap tegar di depan dia. Aku nggak boleh lemah. Aku akan tetap
menunggunya sampai waktu itu tiba.
“nggak minat S2 Sya?”
“istirahat dulu lah bun, Sya pengen masuk Tahfidz. Boleh ya
bun?”
“yakin nak? Bunda sih izin-izin saja. Terserah mana yang
baik menurut Sasya”
“InsyaAllah yakin bun, ini pilihan dan cita-cita Sasya. Sya
nggak mampu memberikan harta yang berlimpah kepada bunda dan keluarga. Sya
ingin memberika mahkota ke bunda dan keluarga di hari akhir nda..”
“amin. (terharu dan memeluk Sasya)”
Live is choice. Hidup ini adalah pilihan. Ketika kita sudah
berani untuk mengambil keputusan akan pilihan kita maka kita harus mampu
mempertanggung jawabkannya. Segala sesuatu di muka bumi ini adalah tantangan
yang harus kita lalui. Setiap pertemuan pastilah ada perpisahan. Jangan pernah
menyerah untuk melewatinya. Karena indah pada waktunya.
Medan,
15 Oktober 2012
By
: Hana Zyfia Mumtaz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar