Rabu, 19 Oktober 2011

cerpenQu


Izinkan Ku Untuk Memilih Senja
                Deburan ombak begitu menghanyutkan ku dalam batas khayal. Angin yang terus membawa ku dalam kedamaian. Tak akan lagi ada tangisan di pipi ini karena ku harus terima semua candaan alam untuk ku. Tidak cukup satu, dua. Aku dan jiwa ku berhak menentukan kebahagiaanku. Selama ini ku selalu memikirkan orang lain. Tanpa tahu apakah orang lain itu memikirkan ku juga. Selama ini ku coba untuk menjaga hati kalian. Semua sikap yang tercipta semata agar kalian tidak tersakiti bahkan kecewa. Tapi apa nyatanya, kalian yang mengecewakan aku. Satu persatu semua dari kalian akan jauh dari hidupku. Jangan pernah berharap ku akan kembali pada redupnya malam tanpa cahaya. Redupnya malam bersama bintang.
                Ku berhak egois. Ku berhak memikirkan hidupku. Sore ini kan ku kubur semua tentang masa laluku. Silahkan pilih siapapun yang kalian mau. Karena hidup kita sudah berbeda.
“Bulan….” (jerit seorang gadis dari kejauhan)
Tampak sosok gadis yang berlari-lari kecil menuju tempat duduk ku.
“ngapain kamu kesini?”
“Bulan, aku tuch nyariin kamu dari tadi”
“buat apa? aku ingin sendiri.”
“Bulan, ada masalah apa? Aku siap mendengarnya.”
“nggak. Nggak ada. Pergiiii…aku nggak butuh kamu.”
                Aku benci kalian. Aku ingin sendiri dan menjauh dari kalian. Jeritan hati ku tidak ada yang kalian tahu selama ini.
“Satria, kamu bilang dia serius mana? Rey..yang kalian mohon ke aku untuk menerimanya tapi apa balasannya? Reza, yang kalian bilang setia? Mana bukti itu semua Ra, mana? Kamu tahu, hati ini seperti tak memiliki rasa lagi. Dipermainkan Ra. Kalian pinta aku untuk mengerti mereka, lantas kapan mereka akan mengerti aku? Jangan harap aku bakal dengar kata-kata kalian.”
                Kesendirian yang menyelimuti hari-hariku saat ini kan menjadikan kebahagiaan tesendiri. Tampak matahari kan segera bersembunyi dan menjadikan dunia gelap gulita. Aku memutuskan untuk kembali ke villa. Tempat peristirahatan yang membuat fikiranku lebih enjoy,  merilexkan perasaanku yang sedang berkecambuk menjerit akan semua kasih sayang yang gantung ini.
                Dibalik gelapnya awan malam, terlihat dari jendela kamarku sosok cowok bertubuh tinggi kurus berada didepan pantai. Ku hanya mampu melihat bagian belakang badannya. Terlihat cowok itu begitu menikmati angin malam ketika itu. mungkin dia sosok orang yang bahagia di dunia ini, hingga begitu menikmati angin malam ini. Aku ingin bebas dari semua permasalahan ini. Jemput aku untuk pergi dari dunia ketergantungan ini, dunia ketidakpastian ini.
                Pagi cerah mengukir sebuah snyum  bagiku ketika melihat dunia dari jendela kamar. Ya Tuhan, pemuda dengan kaos yang sama tadi malam. Terbesit rasa penasaran dihati ku. Ku putuskan untuk menemuinya. Tak berani untuk menegur diawal, hem ternyata dia duluan yang menyapa.
“hei…..Senja…” (mengulurkan tangan)
“Bulan..”
“sendiri aja?”
“ya, hoby banget keliatannya di depan pantai dari tadi malam saya lihat,”
“ya, saya paling suka alam, kalau kamu sendiri?”
“melepas penat bersama alam itu jawaban yang tepat”
“wah, I agree”                                                                                         
                Suasana hari itu menjadi tampak bersahabat bersama obrolan Bulan dan Senja.  Tercipta keakraban diantara mereka. Sedikit terobati penat jiwa Bulan selama ini. Kesepianku mulai dihiasi oleh Senja yang begitu peduli dan cocok banget dengan ku. Izinkan ku memili senja untuk selamanya. Karena itu yang ada di hatiku saat ini.
Terdengar lantunan adzan di masjid membuat suasana hati kian damai bersama deburan ombak pantai malam ini. Kesendirian yang selama ini menemani kian menepis secara perlahan dan kini senja telah menemani.
21 juni 2011.png                                                                                                                                                Medan, 21 Agustus 2011
                                                                                                                                               
                                                                                                                                               
By:Rizki Nurjehan, M.Pd

Tidak ada komentar:

Posting Komentar